LINTAS24NEWS.com – Jaksa Agung kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative justice) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana.
Dimana penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative justice) yang telah disetujui sebanyak empat orang permohonan pada hari Selasa (14/3/2023).
JAM-Pidum menjelaskan bahwa 34 permohonan terkait dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative justice) yang telah dikabulkan diantaranya tersangka Inasanul Huda bin Syaprudin pgl Ihsan dan Abilio Felli bin Rabinsan pgl Rio dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, Afrianto Maulindo Pgl Afri bin Baski Labanaf serta Jamhur Pgl bin Sapri dari Kejaksaan Negeri Sijunjung.
Selanjutnya, pada empat tersangka itu melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Saya beserta Direktur Narkotika dan Zat Adiktif lainnya Marang S.H., M.H. memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan surat ketetapan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif. Berdasarkan pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan Narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis Jaksa,” ujar JAM Pidum, Selasa (14/3/2023).
Selain itu, para pemohon yang berjumlah empat orang tersebut, mengajukan permohonan rehabilitasi terhadap para tersangka.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka positif menggunakan narkotika, hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user), tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari, tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang, ada surat jaminan tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya,” imbuhnya.
(Bandi/red)