LINTAS24NEWS.com – Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan DWS sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) oleh Bank Banten kepada PT HNM pada tahun 2017, Selasa (21/3/2023).
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Dr Didik Farkhan Alisyahdi, bahwa DWS selaku kepala unit administrasi kredit, memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain untuk mempersiapkan administrasi akad kredit serta melakukan verifikasi terhadap dokumen dan syarat lainnya untuk proses penandatanganan kredit dan proses pencairan kredit.
“Selain itu, untuk proses penandatanganan Bank Banten dengan PT HNM, DWS selaku kepala unit administrasi kredit, pada saat perjanjian kredit ditandatangani antara tersangka SDJ dengan tersangka RS,” kata Didik.
Lanjut Didik, kemudian penandatanganan tersebut sesuai dengan akta perjanjian kredit nomor 850 tanggal 19 Juni 2017. Tersangka tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk melakukan verifikasi terhadap dokumen serta persyaratan lainnya yaitu belum ada penyerahan collateral fixed asset berupa sertifikat tanah yang dijadikan agunan PT HNM, sehingga seharusnya perjanjian kredit belum dilaksanakan.
“Selanjutnya bahwa terkait pencairan, walaupun terdapat persyaratan yang belum terpenuhi, antara lain tidak ada perjanjian pengikatan agunan secara yuridis sempurna, tidak ada penyerahan collateral fixed asset berupa sertifikat tanah yang dijadikan agunan,” bebernya.
Kendati demikian, DWS selaku kepala unit administrasi kredit tetap meneruskan permohonan pencairan KMK dari tersangka SDJ selaku kepala divisi kredit komersil kepada kantor cabang Fatmawati melalui memorandum pencarian yang ditandatangani oleh DWS, sehingga kredit dapat dicairkan.
“Sedangkan untuk kredit investasi, DWS bersama Satyavadin Djojosubroto telah mengalihkan rekening pembayaran kredit investasi yang seharusnya pada rekening supplier sesuai yang ditentukan dalam memorandum analisa kredit (MAK), lembar persetujuan kredit (LPK) dan surat penawaran persetujuan kredit (SPPK),” ujarnya.
“Hal itu menjadi pembayaran ke rekening pribadi debitur atas nama tersangka RS dan atau atas nama PT HNM, meskipun tidak ada memorandum analisa kredit (MAK) dan persetujuan ulang LPK dari pemutus kredit terdahulu,” sambungnya.
Didik menuturkan, bahwa berdasarkan hasil penyidikan tersebut, Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten telah menemukan fakta dan bukti yang cukup adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka DWS. Perbuatan hukum tersebut terkait penyimpangan dalam pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) oleh Bank Banten kepada PT HNM pada tahun 2017 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 61.688.765.298, atau Rp 186.555.171.975,95.
“Adapun pasal yang disangkakan tersangka DWS dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana yang di atur dan diancam dengan pidana menurut pasal 2 ayat (1), subsidair pasal 3 Jo pasal 18 undang-undang Republik Indonesia (RI) nomor 31 tahun 1999. Sebagaimana yang dirubah dengan undang-undang Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jo. pasal 55 ayat (1) ke- KUHP,” pungkasnya.
(Bandi/red)