Jakarta, 10 September 2025 – Industri baja Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Dengan permintaan baja yang terus meningkat seiring pembangunan infrastruktur, hilirisasi industri, dan pertumbuhan sektor manufaktur, pasar domestik diperkirakan akan tumbuh pesat. Namun, potensi ini masih memiliki sejumlah tantangan.

Demi mengoptimalkan peluang ini, strategi perlindungan menyeluruh
dinilai sangat penting agar industri dalam negeri dapat berdiri kokoh dan
menjadi pilar kemandirian ekonomi nasional.

AS Terapkan Proteksi Menyeluruh

Amerika Serikat memperkuat kebijakan
proteksi industri baja dengan memperluas cakupan Section 232 dari Trade
Expansion Act of 1962. Sejak Agustus 2025, Washington menambahkan 407 subpos HS
baru dengan tarif 50 persen, mencakup tidak hanya baja dasar, tetapi juga
produk turunan hingga barang jadi berbasis baja seperti suku cadang otomotif,
peralatan rumah tangga, dan komponen kelistrikan.

Langkah ini menutup celah impor yang
sebelumnya dimanfaatkan eksportir dengan mengalihkan ekspor baja menjadi produk
hilir. Presiden AS saat itu, Donald Trump, menegaskan kebijakan ini sebagai
strategi “Total Defense” demi menjaga kemandirian industri baja domestik.

India
Agresif Terapkan Trade Remedies

Pengamat
industri baja dan pertambangan Widodo Setiadharmaji memberikan gambaran
pelajaran berharga dari negara India yang menunjukkan bagaimana instrumen trade
remedies digunakan secara agresif untuk melindungi industri baja dalam
negerinya. Widodo menyebutkan bahwa Directorate General of Trade Remedies
(DGTR) telah merampungkan penyelidikan safeguard terhadap impor non-alloy dan
alloy steel flat products, dengan rekomendasi bea masuk pengamanan selama tiga
tahun sebesar 12%, 11,5%, dan 11%.

Safeguard
ini diarahkan pada lonjakan impor dari produsen besar dunia seperti China,
Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam yang dinilai menekan produsen baja domestik
India. Namun, Indonesia justru dikecualikan dari pengenaan safeguard karena
pangsa impornya di bawah 3%, sehingga peluang ekspor baja Indonesia ke India
semakin terbuka.

Baca juga:  Kabar Gembira! Top Up Game Pakai Pulsa Kini Hadir di VCGamers

Widodo
menambahkan bahwa India juga berpengalaman dalam memperlihatkan kecepatan
pemerintahnya dalam mengambil tindakan. Contohnya, petisi safeguard yang diajukan
pada Desember 2024 hanya memakan waktu tiga bulan untuk pemerintah India
efektif dalam memberlakukan provisional safeguard duty sebesar 12%, dan pada
Agustus 2025 DGTR mengeluarkan keputusan final. Sehingga mekanisme ini
memastikan industri tidak dibiarkan menunggu terlalu lama tanpa perlindungan.

Dalam penerapannya di Indonesia, Widodo menjelaskan bahwa KADI perlu
mempertimbangkan penerapan provisional antidumping duty. Tanpa langkah ini,
penyelidikan yang panjang berisiko membuat produsen nasional terlebih dahulu
mengalami kerugian besar, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kemampuan mereka
untuk terus beroperasi.

Indonesia Perlu Adopsi Strategi
Serupa

Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad
Akbar Djohan, menilai strategi Amerika Serikat layak dijadikan rujukan bagi
Indonesia. Menurutnya, industri baja nasional masih menghadapi tekanan dari
membanjirnya produk impor, baik baja maupun barang jadi berbasis baja, yang
lebih murah dibandingkan produksi lokal.

“Indonesia belum memiliki kebijakan
tarif yang secara tegas menahan arus barang jadi berbasis baja. Akibatnya,
industri hulu kehilangan pasar, sementara industri hilir kesulitan tumbuh,”
ujar Akbar Djohan.

Ia menekankan perlunya strategi proteksi
menyeluruh yang mencakup seluruh rantai nilai industri baja, agar pasar
domestik tidak terus tergerus oleh barang impor berbiaya rendah.

Baja sebagai Fondasi Nasional

Akbar Djohan menegaskan bahwa baja harus
dipandang sebagai komoditas strategis, bukan sekadar industri dasar. “Baja
adalah tulang punggung pembangunan, menopang sektor otomotif, energi,
infrastruktur, hingga pertahanan. Tanpa kemandirian baja, sulit bagi Indonesia
mencapai visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Baca juga:  Squeeze Goodness Academy Vol. 2: Dari Bali ke Jakarta, Bar-Hopping Edukatif untuk Generasi Muda Hospitality

Menurutnya, pembelajaran dari Amerika
Serikat jelas: proteksi tidak bisa berhenti pada produk hulu, tetapi juga harus
mencakup barang jadi untuk memastikan industri baja tumbuh sehat dari hulu
hingga hilir.

Dengan strategi total defense, Indonesia
dapat memperkuat daya saing industri nasional, menciptakan kemandirian pasok,
serta melindungi kepentingan strategis jangka panjang.

Penguatan Baja dan Asta Cita
Pemerintah

Akbar Djohan menambahkan, penguatan
industri baja sejalan dengan Asta Cita pemerintah yang menargetkan kemandirian
ekonomi dan industrialisasi. Baja, menurutnya, menjadi prasyarat penting untuk
mendorong hilirisasi, memperluas kesempatan kerja, dan memperkuat daya saing
global.

“Asta Cita tidak akan tercapai bila
fondasi industrinya rapuh. Baja harus diperkuat agar pembangunan infrastruktur
dan manufaktur memiliki penopang yang kokoh,” jelasnya.

Dengan melindungi industri baja,
pemerintah sekaligus memastikan keberlanjutan visi pembangunan jangka panjang
yang inklusif dan berdaya saing.

Strategi Penguatan Bisnis Krakatau
Steel

Sebagai upaya penguatan industri baja
dalam negeri ini PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah melakukan penguatan
bisnis. Krakatau Steel menegaskan kesiapannya untuk menjadi mitra utama dalam
penyediaan baja nasional.

“Perusahaan siap memenuhi
permintaan baja dalam skala besar, mulai dari proyek infrastruktur strategis
hingga kebutuhan industri pertahanan nasional,” Akbar Djohan menambahkan.

Dukungan ini mencakup penyediaan baja
bagi dua BUMN penting dalam ekosistem pertahanan, yakni PT PAL Indonesia dan PT
Pindad (Persero).

Dengan rekam jejak sebagai pemasok utama
baja untuk berbagai proyek besar dalam negeri, Krakatau Steel terus
meningkatkan efisiensi dan daya saing melalui berbagai inisiatif . Hal ini
terbukti dari tahun ini Ks telah melakukan ekspor produk HRC ke Eropa dan
Australia dengan total tonase sebesar 10.721 tons

Artikel ini juga tayang di vritimes