LINTAS24NEWS.com – Kasus sengketa tanah yang menimpa Abadi Tjendra, pemilik sah Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 05292/2019 di Jalan Wahana Mulya, Karang Tengah, Kota Tangerang, memasuki babak baru. Setelah sebelumnya dikriminalisasi dalam proses hukum, kini Tjendra diklaim menjadi target serangan fitnah, berita bohong (hoaks), dan upaya framing yang dinilai telah melanggar sejumlah pasal pidana.
Kuasa hukum Abadi Tjendra, Rully Tarihoran, S.H., M.H., menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Semua serangan yang ditujukan kepada kliennya, baik melalui media massa, media sosial, maupun penggiringan opini publik, akan ditindaklanjuti melalui jalur hukum.
Rully menjelaskan bahwa pihaknya melihat adanya upaya yang terstruktur dan masif untuk menjatuhkan reputasi serta kredibilitas kliennya.
“Kami melihat ada upaya terstruktur untuk menjatuhkan reputasi dan kredibilitas klien kami melalui penyebaran hoaks, fitnah, dan framing. Ini bukan lagi perdebatan publik, tapi sudah masuk ranah pidana,” tegas Rully di Tangerang (1/11/2025).
Ia memastikan bahwa para pelaku penyebar informasi palsu dan fitnah akan diproses hukum, karena tindakan tersebut dikategorikan sebagai kejahatan berlapis, bukan sekadar kebebasan berpendapat.
Menurut Rully, penyebaran hoaks dan pemutarbalikan fakta hukum dapat dijerat dengan sejumlah pasal secara kumulatif, yang berarti pelaku dapat dikenai lebih dari satu aturan sekaligus:
- Pasal 310–311 KUHP: Terkait fitnah dan penghinaan dengan tuduhan palsu.
- Pasal 14 UU No. 1 Tahun 1946: Mengenai penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Pasal-pasal ini bersifat kumulatif. Siapa pun yang menyebarkan berita palsu, melakukan framing yang menyesatkan, atau menyerang nama baik orang lain, akan kami laporkan ke penegak hukum. Tidak ada yang kebal di atas hukum,” tegasnya.
Tim kuasa hukum menduga, pola serangan fitnah dan hoaks ini merupakan bagian dari strategi pihak yang disinyalir sebagai mafia tanah untuk membalikkan persepsi publik dan menutupi pelanggaran hukum yang mereka lakukan.
“Ini bukan hal baru. Dalam banyak kasus pertanahan, ketika fakta hukum tak berpihak pada pelaku, mereka menggunakan senjata opini menyebar hoaks, menyerang saksi, dan mencemarkan nama baik korban,” kata Rully.
Ia menekankan bahwa Abadi Tjendra beritikad baik untuk mencari keadilan. Terkait narasi yang menuduh kliennya berbohong di pengadilan, Rully memastikan bahwa tuduhan itu tidak pernah terbukti secara hukum.
“Pasal 174 KUHAP jelas mengatur: kalau saksi diduga berbohong, hakim wajib memberi peringatan resmi di ruang sidang. Faktanya, hal itu tidak pernah terjadi. Jadi semua tuduhan palsu terhadap Abadi Tjendra adalah manipulasi dan bentuk pembunuhan karakter hukum,” tambahnya.
Rully menutup dengan seruan agar pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas. Ia menegaskan kembali komitmennya untuk melawan praktik penyebaran hoaks dan fitnah demi menjaga integritas sistem hukum dan kebebasan pers yang sehat.
“Negara harus hadir. Ini bukan soal nama Abadi Tjendra saja, tapi soal penegakan hukum yang adil dan bebas dari manipulasi. Kami akan melawan semua hoaks dan framing dengan hukum,” tutupnya.
(Rdk)
