BANTEN, LINTAS24NEWS.COM – Pemerintah Provinsi Banten diharapkan untuk meningkatkan transparansi terkait sumber kekayaan para pejabat publik, terutama bagi mereka yang memiliki harta yang sangat besar. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen untuk bekerja secara profesional dan transparan.

Menurut Subandi Musbah, Direktur lembaga Visi Nusantara, memiliki harta yang sangat besar bukanlah hal yang aneh, namun menjadi sorotan ketika pejabat publik tidak transparan tentang sumber kekayaannya. “Pejabat publik harus menjelaskan sumber kekayaannya kepada masyarakat, terutama jika ada catatan yang mencurigakan,” ucapnya, Sabtu, 15 Februari 2025.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa Kepala Dinas di Pemerintah Provinsi Banten memiliki kekayaan yang sangat besar. Ati Pramudji Hastuti, Kepala Dinas Kesehatan, memiliki harta kekayaan sebesar Rp 24 miliar tanpa utang. Sementara itu, Arlan Marzan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, memiliki total kekayaan Rp 12 miliar setelah dikurangi utang Rp 147 juta.

Baca juga:  Pertimbangan Desain untuk Ruang Rapat yang Menarik: Menciptakan Atmosfer Kolaboratif dan Kreatif

Rina Dewiyanti, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, tercatat memiliki harta sebesar Rp 8,7 miliar tanpa utang. Deden Apriandhi Hartawan, Sekretaris DPRD Provinsi Banten, memiliki total harta sebesar Rp 7,7 miliar. Septo Kalnadi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, memiliki total kekayaan Rp 5 miliar setelah dikurangi utang.

Subandi Musbah menyoroti kekayaan fantastis Ati Pramudji Hastuti, Kepala Dinas Kesehatan, karena adanya dugaan pungutan liar di Dinas Kesehatan Banten yang belum diklarifikasi. “Dinas Kesehatan Banten harus merespon pemberitaan tersebut secepat mungkin jika memang hal itu tidak terjadi, tapi nyatanya dibiarkan saja. Hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi publik,” katanya.

Baca juga:  Selain Tuntaskan Urusan Pendidikan, WH Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru

Subandi mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten untuk turut terbuka tentang penanganan dugaan pungli tersebut. “Publik hanya disodorkan informasi bahwa sepanjang tahun 2024, ada 10 Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten yang diberhentikan, tapi tidak dirinci kasus per kasusnya. Ini juga menandakan BKD tidak transparan,” katanya.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti dan ke pihak Badan Kepagawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten. (*)