TANGERANG, Lintas24News.com — Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PDI Perjuangan, Abraham Garuda Laksono menekankan pentingnya kesehatan jiwa sebagai bagian dari kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Pembinaan Kesehatan Jiwa sebagai bagian dari upaya mendukung Program Integrasi Layanan Primer yang digelar Dinas Kesehatan Provinsi Banten di Aula Kecamatan Binong, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Selasa, 15 Juli 2025.
“Kesejahteraan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari aspek kesehatan, termasuk kesehatan jiwa. Dinas Kesehatan sebagai mitra kami terus turun ke lapangan, melakukan edukasi, dan pelayanan langsung,” ujar Abraham.
Abraham juga memperkenalkan inisiatif yang telah digagas, yaitu program Sahabat Sehat dan Pintar, yang di dalamnya terdapat dukungan berupa satu unit ambulans dan perpustakaan keliling. Ia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 58 ribu kasus gangguan jiwa di Provinsi Banten yang telah dilaporkan, namun diyakini masih banyak yang belum terlaporkan akibat stigma dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan jiwa.
“Kesehatan jiwa adalah kondisi mental yang memungkinkan seseorang menyadari potensi dirinya dan mampu menghadapi tekanan hidup. Ketika ada pasien yang ditolak, kami bantu fasilitasi agar bisa diterima dan ditangani dengan baik,” jelasnya.
Menurut Abraham, pelayanan bagi pasien gangguan jiwa masih belum merata. Banyak rumah sakit belum mampu memberikan penanganan yang komprehensif. Oleh karena itu, ia berharap kegiatan ini menjadi bekal penting bagi masyarakat agar bisa bersama-sama mencari solusi dan membuka ruang diskusi yang konstruktif.
“Permasalahan kesehatan jiwa semakin kompleks, seiring perkembangan zaman dan tekanan sosial ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus bersinergi. Menuju Indonesia Emas, kita tidak boleh mengabaikan isu kesehatan jiwa,” ujarnya.
Abraham juga menekankan pentingnya memperluas akses layanan kesehatan jiwa dan terus melakukan sosialisasi untuk menurunkan stigma. Ia mengapresiasi kerja keras para tenaga kesehatan, namun mengingatkan bahwa peran masyarakat juga sangat penting.
“Kalau masyarakat tidak peduli, upaya tenaga kesehatan pun akan terbatas. Mari kita bergandengan tangan menyelesaikan persoalan ini bersama-sama,” tutupnya.
dr. Dewi Yuliana, narasumber kegiatan tersebut menegaskan bahwa penanganan masalah kesehatan jiwa memiliki dasar hukum yang kuat dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Ia menekankan pentingnya pemahaman bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian tidak terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan.
“Kesehatan jiwa bukan hanya persoalan medis, tapi juga persoalan sosial yang kompleks. Oleh karena itu, strategi pembangunan kesehatan jiwa masyarakat harus mencakup pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,” jelas dr. Dewi.
Dalam paparannya, ia menyampaikan bahwa strategi promotif dan preventif menjadi sangat penting di tengah meningkatnya dinamika kehidupan masyarakat. Edukasi, sosialisasi, dan peningkatan kesadaran publik menjadi bagian dari upaya jangka panjang untuk mencegah munculnya gangguan jiwa.
dr. Dewi juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menangani kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), terutama ODGJ berat yang terlantar.
“ODGJ berat yang terlantar merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan. Tidak bisa ditangani sendirian. Kita perlu kerja sama dengan unsur kecamatan, kelurahan, dinas sosial, dan masyarakat,” tegasnya.
Ia mengimbau masyarakat dan aparatur wilayah agar segera melaporkan jika ditemukan ODGJ berat yang terlantar kepada seksi sosial di tingkat kecamatan atau kelurahan. Langkah ini penting untuk mencegah risiko yang lebih besar, baik bagi ODGJ sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
“Upaya mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari lingkungan sekitar. Pelaporan dini, pendekatan humanis, serta pelayanan yang tepat akan sangat membantu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial,” tambahnya.
dr. Dewi mengajak seluruh pihak untuk melihat kesehatan jiwa sebagai isu bersama yang membutuhkan kepedulian, empati, dan tindakan nyata. (*)