LINTAS24NEWS.com – Kasus penjualan bayi berusia 11 bulan di Tangerang mengungkap sisi kelam dari permasalahan sosial yang kompleks. Di balik angka Rp15 juta, tersimpan kisah pilu seorang ayah yang terpaksa menjual darah dagingnya sendiri demi memenuhi kebutuhan ekonomi.
RA (36), seorang pria asal Tangerang, harus rela merelakan darah dagingnya sendiri demi sesuap nasi. Dengan berat hati, ia menjual bayi berusia 11 bulan kepada pasangan suami istri berinisial HK (32) dan MON (30).
Peristiwa pilu ini terungkap setelah jajaran Polres Metro Tangerang Kota berhasil mengungkap kasus perdagangan anak tersebut. Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho, melalui Kasat Reskrim Kompol David Yunior Kanitero, menjelaskan bahwa motif di balik tindakan RA sangatlah kompleks.
Ironisnya, tindakan ini dilakukan tanpa sepengetahuan ibu kandung korban yang sedang bekerja di Kalimantan. “Pelaku mengaku terdesak kebutuhan ekonomi. Sementara, ibu kandung korban sedang bekerja di Kalimantan,” ujar David.
Aksi nekat RA (36), sang ayah, menjadi sorotan publik. Desakan ekonomi yang begitu kuat memaksanya mengambil keputusan yang sulit, bahkan melanggar hukum.
Jejak Digital Jadi Petunjuk
Jejak digital menjadi petunjuk penting dalam mengungkap kasus ini. Melalui media sosial, RA berhasil menemukan calon pembeli yang kemudian berujung pada transaksi memilukan.
Penyelidikan mendalam mengungkapkan bahwa RA mendapatkan informasi mengenai adanya permintaan untuk membeli anak balita melalui media sosial Facebook. Setelah menjalin komunikasi dengan calon pembeli, keduanya sepakat untuk bertemu di wilayah Tangerang.
“Pelaku membawa korban dengan alasan akan dibawa ke rumah saudara. Namun, sesampainya di lokasi, bayi malang itu justru dijual kepada pasangan suami istri tersebut,” tambah David.
Saat pulang ke Jakarta dan ibu kandung korban berinisial RD menanyakan keberadaan anaknya, suaminya RA menjawab ada di Tangerang. Namun, kerena curiga, ibu korban terus didesak akhirnya pelaku berkata jujur bahwa anaknya telah dijual kepada seseorang di Tangerang senilai Rp15 juta sejak 20 Agustus 2024.
Mendengar jawaban suaminya, ibu kandung korban RD langsung melaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota, Polda Metro Jaya guna dilakukan penyidikan dan penyelidikan lebih lanjut.
“Atas laporan tersebut kami melakukan serangkaian penyidikan dan penyelidikan dan mendapat informasi bahwa korban anak balita ini berada di sebuah rumah kontrakan di kawasan Neglasari sedang bersama pasangan suami-isteri HK dan MON,” terangnya.
Saat diinterogasi keduanya mengaku membeli korban anak balita itu senilai Rp15 juta dari RA dengan cara bertemu di kawasan pinggir kali Cisadane, Sukasari, Kota Tangerang.
Ketiga pelaku sudah ditahan dan terancam pidana penjara selama 15 tahun setelah polisi menjerat dengan Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak.
Dampak psikologis yang dialami bayi korban tentu sangat besar. Selain trauma fisik yang mungkin dialami, bayi ini juga akan menghadapi tantangan psikologis dalam jangka panjang. Kehilangan kasih sayang orang tua sejak dini dapat berdampak pada perkembangan emosional dan sosialnya.
Kasus ini bukan hanya tentang tindakan kriminal semata, tetapi juga mencerminkan permasalahan sosial yang lebih luas. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan layak menjadi beberapa faktor yang mendorong terjadinya kasus serupa.
Pentingnya perlindungan anak kembali menjadi sorotan. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
(*)