Langkah Menteri Investasi RI sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, memangkas tantiem komisaris BUMN mendapat apresiasi dari CEO Garuda Ventrue Capital, Denia Yuniarti Abdussamad. Kebijakan ini dianggap sejalan dengan sorotan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan terkait komisaris yang hanya rapat sebulan sekali namun menerima hingga Rp40 miliar per tahun. Denia menilai pemangkasan ini tidak hanya menghemat anggaran negara hingga ratusan miliar rupiah, tetapi juga memberi contoh nyata efisiensi dan tanggung jawab sosial dari pucuk pimpinan, sekaligus membuka peluang realokasi dana untuk program yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Jakarta, 15 Agustus 2025
Sebagai pimpinan Garuda Ventrue Capital sekaligus pelaku usaha, Denia Yuniarti Abdussamad menilai langkah tegas Menteri Investasi RI sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, dalam memangkas tantiem bagi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai keputusan yang patut diapresiasi.
Apresiasi ini muncul di tengah gema pidato kenegaraan Presiden RI Prabowo Subianto pada Sidang MPR, yang menyoroti praktik tidak wajar di sejumlah BUMN. Presiden bahkan mengungkap keheranannya bahwa ada komisaris BUMN yang hanya rapat sebulan sekali, namun menerima tantiem hingga Rp 40 miliar per tahun.
Menurut Denia, kebijakan pemangkasan tantiem tersebut menjadi jawaban nyata atas kegelisahan publik yang disuarakan Presiden, sekaligus mengirimkan pesan tegas bahwa efisiensi dan tanggung jawab sosial harus dimulai dari pucuk pimpinan.
“Di tengah kondisi negara yang sedang mengencangkan ikat pinggang, langkah memotong tantiem adalah sinyal kuat bahwa efisiensi harus dimulai dari level tertinggi. Ini bukan hanya soal penghematan ratusan miliar rupiah, tetapi soal memberi teladan dan pesan moral bagi seluruh pemangku kepentingan,” ujar Denia.
Ia menambahkan, dana yang dihemat dari pengurangan tantiem dapat dialihkan untuk program-program berdampak langsung bagi masyarakat, seperti beasiswa pendidikan, pembangunan infrastruktur desa, atau pemberdayaan UMKM.
Denia menilai kebijakan Rosan selaras dengan semangat pidato kenegaraan Presiden yang menekankan keberanian memerangi praktik-praktik yang merugikan negara, baik di sektor ilegal maupun “legal” yang selama ini dinikmati segelintir pihak.
“Kalau Presiden berperang di medan tambang ilegal, Pak Rosan memotong ‘tambang resmi’ di ruang rapat komisaris. Keduanya mengirim pesan yang sama: berbakti untuk negeri berarti siap melepaskan privilese pribadi demi kepentingan rakyat,” tegas Denia.
Sebagai pelaku usaha, Denia berharap langkah ini dapat menjadi budaya di BUMN dan sektor swasta—mengutamakan kinerja, transparansi, dan kebermanfaatan sosial ketimbang mengedepankan keuntungan individu semata.
“Keputusan ini patut kita dukung bersama, agar menjadi titik awal budaya tata kelola yang lebih sehat dan berorientasi pada kepentingan publik,” pungkasnya.
— Selesai —
Artikel ini juga tayang di vritimes