Jakarta – Satu tahun implementasi kebijakan hilirisasi di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menunjukkan dampak konkret bagi perekonomian daerah.

Program hilirisasi mineral yang digerakkan oleh BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID) tidak hanya memperkuat struktur industri nasional, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan menumbuhkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar wilayah operasi tambang.

Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya menilai kebijakan hilirisasi yang dijalankan saat ini bukan sekadar jargon politik, melainkan wujud nyata transformasi ekonomi Indonesia dari negara berbasis komoditas menuju negara industri bernilai tambah.

“Hilirisasi itu bukan sekadar narasi. Hilirisasi ini adalah bentuk dari transformasi ekonomi Indonesia, dari yang tadinya berbasis komoditas menjadi minimal pengolahan barang setengah jadi,” kata Bambang dalam sesi diskusi Minerba Convex 2025 di JCC Senayan, Jakarta, dikutip Minggu (19/10/2025).

Menurut Bambang, hilirisasi merupakan langkah penting dalam mewujudkan Asta Cita kelima Presiden Prabowo Subianto, yakni melanjutkan hilirisasi dan melaksanakan industrialisasi untuk memperkuat ekonomi dalam negeri. Karena itu, Pemerintah dan DPR, lanjutnya, berkomitmen mengawal pelaksanaan kebijakan tersebut secara terukur dan berkelanjutan.

“Kita lihat pemerintah sangat serius. Kenapa saya katakan bahwa hilirisasi ini bukan sekadar wacana? Action plan-nya sudah jelas. Untuk melakukan hilirisasi dan mewujudkannya sudah dibentuk Satgas Hilirisasi. Apa yang mau dilakukan dalam hilirisasi (sudah) ditentukan dan difokuskan,” ujarnya.

Baca juga:  Awas! Doom Spending: Belanja Tanpa Kendali Akibat Kepanikan

Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyusun peta jalan hilirisasi dengan fokus pada 28 komoditas unggulan yang mencakup sektor minerba, kelautan dan perikanan, hingga perkebunan. Total investasi yang direncanakan dalam peta jalan tersebut mencapai US$618 miliar hingga tahun 2040.

Dalam pelaksanaannya, Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyerahkan 18 dokumen feasibility study (FS) kepada BPI Danantara sebagai lembaga pelaksana pembiayaan dan proyek.

Dari total proyek tersebut, delapan di antaranya berasal dari sektor mineral dan batu bara dengan nilai investasi mencapai US$20,1 miliar atau sekitar Rp321,8 triliun. Proyek-proyek tersebut diperkirakan mampu menyerap lebih dari 100 ribu tenaga kerja baru di daerah.

“Ada 18 proyek hilirisasi yang diserahterimakan kepada Danantara. Nah, Danantara ini siapa? Danantara ini adalah pihak yang akan membiayai dan melaksanakan proyek-proyek tersebut. Konsepnya adalah B2B. Karena kalau hilirisasi hanya mengandalkan anggaran dari APBN, tidak akan terjadi,” sambungnya.

Ia mengakui bahwa langkah hilirisasi sumber daya alam untuk menciptakan nilai tambah memiliki tantangan tersendiri. Namun, Komisi XII, tegas Bambang, akan terus mengawal pelaksanaan hilirisasi terutama di sektor hulu, termasuk komoditas batu bara dan mineral.

Baca juga:  Financial Glow Up: Saatnya Uangmu Ikut Naik Level

“Nah, tentunya ini menjadi satu tantangan, challenge bagi kita. Terkait dengan bagaimana kita menerjemahkan Asta Cita yang kelima, saya pikir apa yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR itu sejalan,” ujarnya.

Bambang menilai, langkah terintegrasi antara pemerintah, BUMN seperti MIND ID, dan dunia usaha menjadi pondasi kuat bagi transformasi industri nasional.

Hilirisasi, katanya, bukan hanya memperkuat daya saing ekonomi, tetapi juga menciptakan efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan pemberdayaan UMKM di sekitar wilayah tambang.

Melansir laporan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, realisasi investasi hilirisasi pada semester I 2025 mencapai Rp280,08 triliun.

Dari jumlah tersebut, Rp193,8 triliun berasal dari sektor minerba dengan kontribusi utamanya dari nikel Rp94,1 triliun, tembaga Rp40 triliun, bauksit Rp27,7 triliun, besi baja Rp21,5 triliun, timah Rp3,5 triliun, serta komoditas lainnya seperti pasir silika, emas, perak, kobalt, mangan, batubara, dan aspal buton senilai Rp7 triliun.

Melalui langkah terintegrasi ini, hilirisasi dinilai bukan hanya memperkuat daya saing industri nasional, tetapi juga membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru di daerah. Program ini menjadi pendorong nyata pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif di tengah transformasi besar menuju Indonesia Emas 2045.

Artikel ini juga tayang di vritimes