The Federal Reserve menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75%–4,00%, menandai penurunan kedua berturut-turut di tengah perbedaan pandangan internal FOMC terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chief Economist BRIDS Helmy Kristanto, langkah ini menjadi sinyal bahwa era pengetatan moneter global mulai berakhir, membuka peluang peningkatan likuiditas global dan memberi ruang bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi tanpa tekanan suku bunga tinggi.

Jakarta, 03 November 2025 – The Federal
Reserve memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75% – 4,00%
pada pertemuan Oktober, menandai penurunan kedua berturut-turut dalam siklus
pelonggaran kebijakan saat ini. Keputusan yang disetujui dengan suara 10
banding 2 ini mencerminkan perbedaan pandangan di antara anggota FOMC, di mana
sebagian masih menilai tekanan inflasi perlu diwaspadai, sementara lainnya
melihat ruang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Chief Economist BRIDS, Helmy Kristanto,
menilai langkah The Fed ini menjadi sinyal penting bahwa fase pengetatan
moneter global mulai berakhir. “Pemangkasan suku bunga The Fed menunjukkan arah
kebijakan yang lebih seimbang. Likuiditas global berpotensi membaik, memberi
ruang bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk menjaga stabilitas tanpa
tekanan suku bunga tinggi,” ujar Helmy.

Baca juga:  MLV Teknologi: Ahli dalam Integrasi Sistem Crestron untuk Solusi Smart Office Profesional

Lebih lanjut, BRIDS melihat kebijakan The
Fed menghentikan pengurangan neraca (balance sheet runoff) per 1
Desember 2025
akan memperkuat sinyal pelonggaran likuiditas global. Hal ini
dapat mempercepat arus masuk modal ke pasar berkembang, termasuk Indonesia,
yang memiliki imbal hasil aset dan prospek pertumbuhan ekonomi yang menarik.

“Sentimen pasar mulai berbalik positif
seiring turunnya suku bunga global. Dengan inflasi yang terkendali, pertumbuhan
ekonomi yang stabil, dan ruang kebijakan yang masih luas, Indonesia memiliki
daya tahan yang kuat dibandingkan negara lain di kawasan. Kondisi ini membuat
pasar Indonesia berpotensi tetap menarik bagi investor, bahkan di tengah
ketidakpastian global,” tambah Helmy.

Dengan suku bunga global yang mulai turun,
minat investor asing terhadap pasar Indonesia kembali meningkat, terlihat dari
arus masuk dana asing ke saham dan obligasi dalam beberapa hari terakhir. Data
BRIDS mencatat net buy asing sebesar Rp545 miliar pada sesi pertama
perdagangan 30 Oktober 2025, menandakan kepercayaan investor terhadap prospek
pasar domestik mulai pulih.

Baca juga:  Maksimalkan Closing Rate dengan Bantuan CRM yang Efektif

Dari sisi teknikal, Customer Engagement
& Market Analyst Department Head BRIDS Chory Agung Ramdhani
mengungkapkan
bahwa IHSG masih berada dalam tren kenaikan (bullish) yang solid,
dengan pergerakan harga di atas rata-rata jangka pendek dan menengah. Indeks
telah mencapai level 8.180, mendekati resistance di 8.320, sementara support
krusial berada di area 7.989. BRIDS menilai, penurunan suku bunga The Fed akan
menjadi katalis fundamental yang kuat dan berpotensi mendorong IHSG menembus
level resistance 8.320, selama area support tetap terjaga.

BRIDS melihat kondisi global yang lebih
longgar akan menjadi dorongan tambahan bagi pasar keuangan Indonesia menjelang
akhir tahun. Dengan likuiditas dunia yang mulai membaik dan aliran dana asing
yang kembali masuk, pasar saham domestik berpeluang melanjutkan tren
kenaikannya. Situasi ini juga bisa memperkuat sentimen window dressing,
ketika investor cenderung meningkatkan aktivitas beli di akhir tahun.

Artikel ini juga tayang di vritimes