LINTAS24NEWS.com – Seseorang yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang sulit bukanlah orang yang kuat dari segi fisik, ekonomi dan kedudukan.

Menilik dari pengalaman hidup Viktor E, Frankl seorang ahli psikoterapi dari Vienna, Austria yang lahir pada 1905, pada perang dunia II Frankl bersama keluarganya dikirim ke kamp konsentrasi oleh Nazi.

Kalau kita pernah mendengar atau baca-baca tentang Holocaust, pasti tahu betapa kejamnya penyiksaan yang dilakukan di kamp konsentrasi Nazi. Berapa banyak yang meninggal dan bunuh diri orang yang berada disana.

Kita tidak bahas seberapa kejamnya, tapi sebagai gambaran, untuk mereka yang ada disana bisa makan semangkuk kuah ditaburi sayuran secuil saja itu sudah termasuk nikmat.

Dalam hitungan beberapa tahun, ada 1,3 juta orang yang dikirim ke kamp konsentrasi dimana tempat Frankl ditawan dari 1,3 juta itu 1,1 juta diantaranya meninggal dunia.

Tak hanya itu, selama di kamp, Frankl juga dipisahkan dari istri dan dan keluarganya. Dengan terpaksa harus merasakan kekejaman yang dirasakan selama di area kamp sendirian dan dia tidak bisa mengetahui apakah istri dan keluarganya masih hidup atau tidak.

Bertahan hidup
Penggambaran orang-orang saat berada di kamp konsentrasi Nazi.

Coba bayangkan, kita sudah berusaha keras menempuh pendidikan, menerbitkan banyak artikel jurnal dan sudah melakukan hal yang berguna untuk jutaan orang, kemudian ditangkap dimasukan ke kamp konsentrasi dan diperlakukan dengan kejam seperti itu. Mungkin kita akan bertanya-tanya, kenapa harus saya, kenapa harus hidup kalau sudah berusaha baik pun masih menderita.

Akhirnya pada tahun 1945 Frankl bebas dari kamp konsentrasi, tapi sendirian sementara Ayah, Ibu, Istri, Adik bahkan Anaknya semua meninggal dunia di kamp.

Setelah keluar dari kamp, Frankl menulis sebuah buku yang berjudul “Man’s Search For Meaning” dalam buku tersebut menceritakan pengalamannya selama berada didalam kamp konsentrasi Nazi dari kacamata seorang ahli Sikologi. Dalam bukunya, Frankl mengamati karakteristik orang-orang yang mampu bertahan dan yang gugur didalam kamp konsentrasi.

Baca juga:  Kapolsek AKP Yono Taryono Bersama Muspika Kecamatan Mauk Giat Apel Pengamanan Ibadah Imlek
Bertahan hidup
Buku berjudul Man’s Search For Meaning yang ditulis Viktor E, Frankl.

Siapakah yang mampu bertahan hidup, apakah yang kuat dari segi fisik atau ekonominya, tapi ternyata kata Frankl, yang mampu bertahan hidup adalah dia yang mampu terus mencari makna dalam hidupnya.

Dengan memiliki makna hidup, seseorang akan terus berjuang untuk melihat hari esok. “Kita akan punya harapan dan terus bertahan, ketika kita menemukan makna hidup kita,” kata Frankl.

Dalam situasi sulit berada didalam kamp, Frankl sendiri merasa masih punya tanggung jawab di dunia ini, banyak yang harus diselesaikan dan masih bisa lebih banyak lagi untuk berkontribusi untuk dunia. Selain itu, Frankl juga berharap masih bisa bertemu dengan istri dan keluarganya.

Seluruh harapan tadi lah yang membuat Frankl mampu bertahan menghadapi segala penderitaan didalam kamp. “Semua hal dapat dirampas dari manusia, kecuali kebebasannya menentukan sikap mengahadapi situasi yang dihadapi,” kata Frankl.

Kendati Frankl tidak lagi dapat bertemu dengan istri dan keluarganya setidaknya alasan ini yang membuatnya mampu bertahan hidup dalam menghadapi keadaan selama didalam kamp.

Kalau saja Frankl tidak berharap bisa bertemu istrinya, tak ingin berkontribusi lebih ke dunia dan kehilangan makna hidup, mungkin nama Viktor E, Frankl bakal tinggal nama doang dan takkan ada nama Viktor E, Frankl seorang Survivor dari Holocaust Sikologi terkemuka.

Frankl juga takkan menulis buku Man’s Search For Meaning yang sudah terjual puluhan juta eksemplar dan diterjemahkan ke 24 bahasa. Tak bisa menerbitkan sampai 30 buku, memberikan kuliah di 200 universitas di 5 benua dan mendapatkan 29 gelar doktor kehormatan dari berbagai universitas dunia.

Menurut frangkl faktor terbesar untuk mendorong hidup adalah makna hidup itu sendiri, kalau kita melihat dari cerita di kamp tadi semua tahanannya tidak bisa merubah kondisi mereka, tapi menurut frangkl meskipun kita ga bisa merubah kondisi. Tapi ada satu hal kewajiban kita yang harus kita lakukan.

Baca juga:  Dalam Rangka Penurunan Stunting KASAD Dudung kunjungan ke Kawasan Food Estate

“Ketika kita tidak bisa mengubah kondisi kita, tugas kita adalah mengubah diri kita sendiri”.

Dengan tugas ini apakah kita masih bisa menemukan makna dalam kehidupan kita atau tidak. Ada tiga poin yang ditekankan oleh frankl.

Pertama, untuk menemukan makna hidup kata frangkl, tidak mesti harus memiliki cita-cita seperti dirinya, hal sederhana dalam kehidupan kita seperti keinginan untuk kuliah di luar negeri, atau ada pekerjaan yang kita cita-citakan hal itu bisa menjadikan alasan untuk terus melakukan hal yang baik dalam hidup.

Kedua, kita bisa menemukan makna hidup dari pengalaman seseorang, coba kita bayangkan, aktivitas apa yang membuat kita ingin terus hidup mungkin traveling, atau makan jajanan ditengah malam atau adakah seseorang yang ingin kamu lihat terus senyumannya, orang tua, keluarga mungkin pasangan.

Nah dari pengalaman orang tersebut diatas bisa menjadikan alasan untuk kita terus hidup, jadi kita tak perlu mengejar-ngejar sesuatu hal yang tidak pasti.

“Ingat hal-hal kecil yang bisa buat kamu bahagia sekecil apapun”.

Ketiga, keadaan dari penderitaan yang kamu rasakan, kamu bisa jadiin penderitaan ini motivasi untuk merubah keadaan.

“Makna hidup juga bisa ditemukan dari penderitaan yang kamu rasakan”.

“Hal terburuk yang bisa membatasi manusia itu bukanlah jeruji besi didepannya, tapi penjara yang ia pasang di pemikirannya sendiri, hingga kita berfikir bahwa, Kita gak bisa berkembang, kita ga bisa maju dan kita ga bisa bahagia. Dunia sudah keras sama kamu, jadi jangan keras sama dirimu sendiri”.

Source: YouTube SatuPersen

(Adi/red)